DEBU mengepul menutupi jalan tanah. Sementara di sebuah panggung yang sebenarnya sudah bisa disebut rumah, beberapa kepala mengarahkan pandangan ke sekeliling lapangan pacuan kuda yang di beberapa bagiannya ditumbuhi rumput dengan ukuran tinggi.
Meski lapangan pacuan kuda, yang terdengar bukanlah suara-suara kuda yang saling berkejaran satu sama lain menuju finis. Melainkan "kuda besi" dengan suara menderu-deru yang keluar dari knalpotnya.
Dari pinggir jalan, lelaki bernama Didin, dengan topi di kepalanya, mengacungkan kode seraya mengacungkan tiga jari tangannya. Maksudnya, tiga putaran lagi. Satu per satu motor-motor dengan ukuran dan merek berbeda melompati gundukan tanah di depan Didin. Ada yang jumping tinggi, ada juga yang terlihat ragu dan hanya melayang sebentar.
Sorakan penonton dari atas panggung dan di sisi jalan terdengar semakin ramai sore itu. Berbagai pujian pun bermunculan tatkala para pengendaranya sukses melakukan jumping dengan bagus.
Ya, mereka itulah anggota komunitas kroser yang ada di Makassar.
Mereka tergabung dalam Makassar Trail Adventure Community (Matrac) yang diketuai Bambang Sukoco.
"Ini olahraga menarik. Yang suka tantangan, bergabunglah di sini," kata Didin. Nama lengkapnya, Kapten Cpl Didin.
Ia lelaki yang tadi melambaikan tangan ke para anggota komunitas kroser yang Sabtu, 4 Juli, sore itu melakukan latihan. "Saya sudah tiga tahun aktif. Di sini persaudaraannya bagus. Sebagai olahraga, saya cari keringat. Tapi di sini saya juga merasakan kebersamaan. Ada brotherhood di sini," kata pria asal Jawa Barat tersebut.
Selain Didin, sore itu ada Akhbar,Ade, Dony, Fahrul, Ardi, Felix, Ari, Andi Januar Jaury Darwis, Memet, Heni, Andika, Gilang, Victor, Reza, Yudi, Jordan, Ded, Kley, dan juga steff. Ada juga Eko, Darwis, Andi Ato, Jaya, Iptu Sugeng, Hamka, Hakim, Nyoman, Rudianto, Rusdi, Is, Syarif G.L, Syarif J.K, Amir, Taswin, Huda,, Didit, Giarto, serta Pedro.
Ini olahraga berbahaya, tapi banyak orang yang tertarik bergabung. Alasannya satu. "Ini untuk memacu adrenalin. Meski begitu, kami juga bisa ketawa-ketawa," kata Ardy Sulham, lurah Sombaopu yang menjadi salah satu anggota Matrac.
Ia mengaku awalnya hanya diajak teman-temannya. Dan sudah setahun ia menggeluti hobinya ini. "Serasa lebih dekat dengan alam," katanya. "Di sini kami juga bisa tertawa bebas dan lepas. Saling bercanda. Itulah salah satu yang menarik di komunitas ini selain tentu saja ajang memacu adrenalin," kata Ardy.
Fahrul yang mengaku kenal motocross sejak tiga tahun lalu mengatakan, nikmat ia rasakan ketika menggemebr motornya di arena. Apalagi kalau sementara jumping. "Serunya kalau lompat-lompat. Apalagi kalau lapangan sedang becek, kita saling siram lumpur," katanya sambil tertawa.
Pembina Matrac, Andi Januar Jaury Darwis, mengungkapkan, hobi sebagai kroser ini bukanlah hobi murahan. "Pakaiannya saja mahal-mahal. Dari sepatu harga Rp 7 juta, pengaman leher Rp 8 Juta, hingga helm yang mencapai Rp 3 juta. Tapi itulah konsekwensinya. Kita harus menjaga keselamatan dan hanya dengan pakaian seharga itulah yang bisa membuat kita merasa lebih aman," kata Januar.
Memacu adrenalin juga menjadi alasan Januar bergabung dalam komunitas. "Di sini ajang menguji nyali. Konsentrasi juga sangat dibutuhkan bersama perhitungan. Sebab salah sedikit, bisa celaka. Saya sendiri beberapa pekan lalu cedera. Sekarang juga masih terasa sakit. Tapi saya juga tak bisa berdiam di rumah. Sambil latihan juga bisa sembuh," katanya.
Soal cedera-cedera para anggota komunitas, Januar menyebut bukan lagi pemandangan baru. "Mulai yang patah atau cedera lain itu sudah banyak. Tapi itulah hobi. Cedera bukan lantas membuat kita jera dan takut," katanya.
Tak terasa, matahari mulai tenggelam di ufuk barat. Suasana lapangan pacuan kuda pun perlahan gelap. Satu per satu para anggota komunitas kroser pulang setelah beradu keberanian menggeber "kuda besinya". "Beginilah setiap pekan. Kita selalu menyempatkan datang ke sini dan latihan. Magrib begini, kita pulang," kunci Januar. (amr)
Meski lapangan pacuan kuda, yang terdengar bukanlah suara-suara kuda yang saling berkejaran satu sama lain menuju finis. Melainkan "kuda besi" dengan suara menderu-deru yang keluar dari knalpotnya.
Dari pinggir jalan, lelaki bernama Didin, dengan topi di kepalanya, mengacungkan kode seraya mengacungkan tiga jari tangannya. Maksudnya, tiga putaran lagi. Satu per satu motor-motor dengan ukuran dan merek berbeda melompati gundukan tanah di depan Didin. Ada yang jumping tinggi, ada juga yang terlihat ragu dan hanya melayang sebentar.
Sorakan penonton dari atas panggung dan di sisi jalan terdengar semakin ramai sore itu. Berbagai pujian pun bermunculan tatkala para pengendaranya sukses melakukan jumping dengan bagus.
Ya, mereka itulah anggota komunitas kroser yang ada di Makassar.
Mereka tergabung dalam Makassar Trail Adventure Community (Matrac) yang diketuai Bambang Sukoco.
"Ini olahraga menarik. Yang suka tantangan, bergabunglah di sini," kata Didin. Nama lengkapnya, Kapten Cpl Didin.
Ia lelaki yang tadi melambaikan tangan ke para anggota komunitas kroser yang Sabtu, 4 Juli, sore itu melakukan latihan. "Saya sudah tiga tahun aktif. Di sini persaudaraannya bagus. Sebagai olahraga, saya cari keringat. Tapi di sini saya juga merasakan kebersamaan. Ada brotherhood di sini," kata pria asal Jawa Barat tersebut.
Selain Didin, sore itu ada Akhbar,Ade, Dony, Fahrul, Ardi, Felix, Ari, Andi Januar Jaury Darwis, Memet, Heni, Andika, Gilang, Victor, Reza, Yudi, Jordan, Ded, Kley, dan juga steff. Ada juga Eko, Darwis, Andi Ato, Jaya, Iptu Sugeng, Hamka, Hakim, Nyoman, Rudianto, Rusdi, Is, Syarif G.L, Syarif J.K, Amir, Taswin, Huda,, Didit, Giarto, serta Pedro.
Ini olahraga berbahaya, tapi banyak orang yang tertarik bergabung. Alasannya satu. "Ini untuk memacu adrenalin. Meski begitu, kami juga bisa ketawa-ketawa," kata Ardy Sulham, lurah Sombaopu yang menjadi salah satu anggota Matrac.
Ia mengaku awalnya hanya diajak teman-temannya. Dan sudah setahun ia menggeluti hobinya ini. "Serasa lebih dekat dengan alam," katanya. "Di sini kami juga bisa tertawa bebas dan lepas. Saling bercanda. Itulah salah satu yang menarik di komunitas ini selain tentu saja ajang memacu adrenalin," kata Ardy.
Fahrul yang mengaku kenal motocross sejak tiga tahun lalu mengatakan, nikmat ia rasakan ketika menggemebr motornya di arena. Apalagi kalau sementara jumping. "Serunya kalau lompat-lompat. Apalagi kalau lapangan sedang becek, kita saling siram lumpur," katanya sambil tertawa.
Pembina Matrac, Andi Januar Jaury Darwis, mengungkapkan, hobi sebagai kroser ini bukanlah hobi murahan. "Pakaiannya saja mahal-mahal. Dari sepatu harga Rp 7 juta, pengaman leher Rp 8 Juta, hingga helm yang mencapai Rp 3 juta. Tapi itulah konsekwensinya. Kita harus menjaga keselamatan dan hanya dengan pakaian seharga itulah yang bisa membuat kita merasa lebih aman," kata Januar.
Memacu adrenalin juga menjadi alasan Januar bergabung dalam komunitas. "Di sini ajang menguji nyali. Konsentrasi juga sangat dibutuhkan bersama perhitungan. Sebab salah sedikit, bisa celaka. Saya sendiri beberapa pekan lalu cedera. Sekarang juga masih terasa sakit. Tapi saya juga tak bisa berdiam di rumah. Sambil latihan juga bisa sembuh," katanya.
Soal cedera-cedera para anggota komunitas, Januar menyebut bukan lagi pemandangan baru. "Mulai yang patah atau cedera lain itu sudah banyak. Tapi itulah hobi. Cedera bukan lantas membuat kita jera dan takut," katanya.
Tak terasa, matahari mulai tenggelam di ufuk barat. Suasana lapangan pacuan kuda pun perlahan gelap. Satu per satu para anggota komunitas kroser pulang setelah beradu keberanian menggeber "kuda besinya". "Beginilah setiap pekan. Kita selalu menyempatkan datang ke sini dan latihan. Magrib begini, kita pulang," kunci Januar. (amr)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar